Sri Lanka, dari atraksi mengintip gajah mandi hingga kobra anti paparazzi (part I)


 Salah satu pemandangan pagi yg indah di Nurawa Eliya

Biar ga' ditulis secara mendalam, sepertinya cuma trip ke Sri Lanka yang belum pernah satu  paragraf-pun saya tulis di blog. Padahal trip ke sana itinerary-nya menurut saya adalah itinerary paling dasyat dan melelahkan secara fisik. Mulai dari menelusuri jalan setapak penuh dengan monyet  menuju Rock Temple di Dambulla (dan sampe' Temple-nya saya ga dibolehin masuk karena pake hijab T___T ), hingga menikmati derasnya arus liar dengan rafting di sungai White Water, Kitulgala.

Tapi sih cobaan fisik yang paling dasyat adalah ketika saya harus menelusuri sebuah hutan nasional lengkap dengan topografinya yang naik turun bahkan sering kali memanjat (iya, memanjat, bukan lagi menanjak) di Horton Plains, Nuwara Eliya. Sebuah hutan lindung yang menjadi National Park-nya Sri Lanka di ketinggian 6-7 ribu kaki dari permukaan laut. Lebih dingin daripada Puncak Bogor, 13 derajat Celsius yet saya lepek keringetan karena medan tracking yang makin ke dalam, makin curam.

Sabana dan Langit biru, nikmat mana lagi yang kamu ingkari?

11 kilo meter lebih dan beberapa ratus (?) gram kalori yang luntur memang cukup seimbang ketika kita disuguhi banyak pemandangan dasyat di hutan lindung di dekat gunung Kirigalpoththa  yang sebenarnya masih lebih luas Taman Nasional Gunung Gede Pangrango ini. Hektaran sabana yang terlapisi embun, birunya langit dan macam-macam vegetasi yang engga saya mengerti. 

Dan sekarang saya tahu kenapa saya tidak pernah sempat menuliskan catatan perjalanan ke Sri  Lanka  yang saya lakukan tahun 2010 silam ini, karena ternyata terlalu banyak hal yang sangat-sangat unik dan menarik yang mesti diceritain hingga saya bingung mesti dari mana saya mulai bercerita.

Oke, kali ini saya bertekad untuk mencoba mengurai kembali pengalaman saya. Do'a-kan semoga masih inget, Semangka..Semangat Kaka!





Malam Pertama, tiba di Colombo pagi buta. 
Malam pertama saya tiba di Colombo Bandaranaike International Airport aka Katunnayake International Airport di ibu kota negara Sri Lanka, Colombo sekitar jam 1 pagi. Ga' ada hal yang spesial dari airport itu, cuma kerasa aja dilihat secara fisik, airport ini belum lama dibangun. Setidaknya engga' sesepuh Terminal 2 Cengkareng yang kayanya udah saatnya direkondisi.

Ada hal kecil yang menurut saya menarik di bandara Colombo ini. Di dekat pintu keluar dari Bandara, yaitu setelah kita selesai nongkrongin koper-koper kita di conveyor belt, kita akan digiring ke jajaran pertokoan duty free shops yang menjual tidak hanya coklat dan minuman beralkohol seperti toko-toko yang ada di Bandara. Tapi juga home appliances. Iya, bayangkan kalian pulang dari luar negeri dan mendadak memboyong kulkas 2 pintu ke rumah. But well, ternyata mungkin ini kebiasan dari orang Sri Lanka. di pagi buta itu saya masih bisa melihat beberapa pengunjung yang membawa pulang kardus raksasa berisi mungkin kulkas atau mesin cuci, repot deh liatnya.


Mengintip gajah mandi di Pinnawa.




Esoknya, setelah semalam rehat sejenak di Jetwing Beach Hotel di Negombo, daerah pantainya Colombo, saya dan rombongan menuju sebuah panti asuhan khusus gajah 'Pinnawa Elephant Orphanage' sekitar 86 km dari ibu kota Sri Lanka tersebut. Sri Lanka, India dan mungkin beberapa negara lain di Asia utara memang merupakan habitat alami dari Gajah. Maka ga heran hari pertama jalan-jalan di Sri Lanka saya disuguhin sama pemandangan puluhan gajah mandi di sungai.

Ya, jadi di Pinnawala Elephant Orphanage itu salah satu atraksi wisatanya adalah ketika puluhan gajah yang berdiam di Pinnawala melakukan ritual mandinya di sungai Maha Oya. Jadi ada jam-jam tertentunya atraksi wisata itu dapat disaksikan. Ada sebuah lokasi tertentu dimana wisatawan baik lokal maupun mancanegara dapat menyaksikan gajah-gajah ini mandi dengan riang gembira di sebuah sungai maha luas bernama Maha Oya. Bahkan ada restoran yang khusus dibuat di tepi sungai dengan pemandangan strategis, sambil makan - sambil lihat gajah mandi. Ga usah khawatir, mandinya lama kok bisa berjam-jam. Sayang ga' ada selendang yang bisa di curi hahaha...

Dan seperti objek wisata pada umumnya, banyak sekali toko-toko merchandise yang menjual aneka macam kerajian yang berkaitan dengan gajah. Dari yang standar seperti kaos bergambar gajah, sampai kertas daur ulang yang terbuat dari kotoran gajah! they named it 'Poo Paper'





Menyusuri jalan setapak penuh monyet menuju 'Vihara Batu' di Dambulla


Tak banyak memori yang saya ingat ketika saya mesti menyusuri jalan setapak yang menanjak menuju sebuah Vihara di sebuah bukit batu di Dambulla. Di perjalanan menuju ke atas, selain monyet-monyet yang liar berkeliaran (dan mengingatkan saya dengan sebuah Pura di Uluwatu yang sama-sama menanjak lengkap dengan monyet-moyet berkeliaran juga) ada juga atraksi ular kobra yang pake suling itu loh, yang ketika suling ditiup lalu muncullah ular kobra meliuk-liuk. Tapi pas mau saya foto pawangnya minta bayaran, akhirnya saya masukan kembali kamera saya ke tas.


Ketika tiba di atas, ternyata banyak juga wisatawan lokal yang mengunjungi Vihara itu. Masuk ke dalamnya kita harus berpakaian sopan, tidak bercelana pendek dan alas kaki harus di lepas. Lucunya penitipan alas kali untuk wisatawan asing dan lokal letaknya mesti dipisah. Entah dengan alasan apa. Bagi mereka yang mengenakan celana pendek, ada juga penyewaan sarung. Saya sih engga masuk, karena katanya saya pakai hijab, jadi takut engga' diperbolehkan oleh biksunya. Ya sudahlah, akhirnya saya menunggu teman-teman saya di luar Vihara.


Setelah ini saya akan menceritakan kisah saya naik ke punggung gajah lalu diajak jalan-jalan menyusuri hutan hingga nyemplung ke rawa (gajahnya, bukan saya) tapi di artikel selanjutnya ya.



Ciao! 27|05|2012



No comments: