(Srilanka part II) Kencan Retro, petualangan agar-agar bersama monika dan Hotel Kandalama.

Sigiriya - the picture is belong to Wikipedia 

Mesin motor 2 tak (sejenis) Binter menderu-deru dari kejauhan. Seorang pria klimis dengan senyum manis  berhenti tepat di depan saya. Hari itu udara di distrik Matale cukup sejuk. Hembusan angin segar sesekali menerpa-nerpa kerudung saya. Saya baru saja menyerah dari treking menaiki anak tangga Sigiriya atau bukit batu (yang katanya mirip) 'Singa' dan sedang berupaya mencari jalan keluar. Sayangnya, saya salah rute. Sigiriya Lion Rock adalah salah satu objek wisata sejarah di Matale ini. 

Pria di atas motor tadi adalah salah satu Petugas penjaga di Sigiriya yang akan mengantar saya. Supaya saya tidak mesti jalan kaki jauh-jauh ke pintu keluar dan berkumpul dengan rombongan saya lagi. Dengan kemeja putih dan celana coklat serta rambut berbelah samping tersisir rapih, mas-mas ini mengingatkan saya pada film-film era 70'an. Tanpa banyak pikir (bukan karena senyum manisnya, tapi karena saya ogah jalan kaki lagi) saya langsung membonceng di belakangnya, hap!. 

Motor melaju menuju pintu parkir kendaraan bus. Debu-debu dari tanah merah kering berhambur di belakang  kami. Lumayan jauh juga ternyata pintu keluarnya. Tak terbayang saja kalau saya mesti jalan kaki. Lokasi Sigiriya itu mirip dengan hutan-hutan konservasi. Jadi biarpun siang hari, jalanannya sungguhlah sepi. 

Sampai di Lokasi ternyata bus rombongan tour belum tiba. Belum satupun batang hidung rekan tour lainnya yang datang dari jalur treking Sigiriya. Akhirnya saya dan si mas (yang saya lupa namanya) duduk di bawah sebuah teras pembatas tepat di bawah pohon yang rindang. Ini seperti kencan retro saja. Tak ada mall, di bawah pohonpun jadi hehehe~.  

Seperti biasa, saya selalu ditanya asal negara. Saya sebut Indonesia dia sedikit banyak tahu, ternyata. Bahasa Inggrisnya cukup bagus. Lalu semacam curhat colongan, dia mulai bercerita mengenai negaranya yang memang belum lama ini kondustif. Pemimpinnya masih seorang diktator (katanya). Masih suka menimbun kekayaan hanya untuk dirinya sendiri dan keluarganya (sangat familiar ya). Saya - dia bilang - sangat beruntung bisa jalan-jalan hingga ke negaranya, karena belum tentu dia bisa mengunjungi saya balik (Yeee...siapa yang suruh). Tak lama, bus rombonganpun datang. Usai sudah sesi curhat si mas dengan saya hari ini di bawah sebuah pohon. But thanks sudah menemani saya menunggu rombongan tour yang lain :)



Naik gajah. Begitulah kira-kira high light dari tujuan kami berikutnya. Di Indonesia saya belum pernah melakukannya. Naik kuda saja belum pernah, sekarang di Srilanka saya disuruh naik gajah. 
Awalnya saya pikir seperti naik kuda. Lalu terbayang-bayang sosok Tarzan dan Tantornya yang gagah berani menerabas hutan, membela kebenaran. Gelembung bayang-bayang lebay saya meletus ketika kami tiba ke sebuah perkampungan gajah. Mayoritas penduduknya memiliki gajah jinak yang bisa ditunggangi dan (sepertinya) jadi mata pencaharian mereka. Masyarakatnya anti main stream ya, ketika yang lain piara ayam - mereka piara gajah hehehe.

Oh, iya. Ternyata tulang punggung gajah sangat keras dan kurang nyaman kalau kita langsung duduk dengan kaki mengangkang seperti di Aceh. Apalagi kulit gajah sangat keras dan kasar. Kami diberi semacam ambalan berupa bantal kecil dan juga besi untuk berpegangan. Karena apa? karena eh karena setiap kali gajah bergerak, ternyata kita dipunggungnya jadi serasa naik agar-agar, bergoyang-goyang dengan dasyatnya. Satu ekor gajah besar (well, gajah emang besar sih) bisa diisi sampai dengan 4 orang plus satu orang pawang gajah di atas lehernya. Kalau ingin duduk mengangkang, paling empuk memang bagian lehernya.



Karena judulnya Elephant Safari, ketika giliran saya dan beberapa orang lainnya naik ke punggung gajah lewat sebuah tangga, kami tidak menyangka bakal diajak jalan-jalan ke hutan. Khayalan saya tentang Tarzan tadi sedikit banyak memang terjadi.
Mula-mula kami gajah berjalan melewati sisa rumah penduduk.
Dimana-mana terdapat ranjau organik (baca: kotoran gajah) dan tidak bisa dibilang biasa saja baunya.
Kami berguncang-guncang. 
Melewati jalan tanah yang hanya bisa dilalui dua ekor gajah. Lalu melewati kebun.
Kami berguncang-guncang. 
Melewati hutan-hutan dan pepohonan.
Kami berguncang-guncang. 
Lalu kami tiba di tepi sebuah rawa yang hanya Tuhan yang tahu apa yang ada di dalamnya (saya benci rawa dan genangan air tak bergerak lainnya - Thanks to Animal Planet).
Tak berapa lama gajah itu malahan turun ke rawa atas titah sang pawang (lempar pawang pake e'ek gajah).  
Kali ini saya yang terguncang secara mental. 




Untungnya tidak ada yang basah menyentuh rawa selain gajah itu sendiri. Proses turun dan naiknya sang gajah dari rawa amat sangat membuat kami bergoyang-goyang cukup mengerikan.

Usai terguncang-guncang di atas agar-agar  gajah, akhirnya petualangan singkat itu berakhir. Seru dan sedikit tegang. Kami masing-masing mendapat sertifikat yang menyatakan telah naik gajah dan gajah itu bernama monika #oksip.

Oh, iya. Sebagian dari kami termasuk saya menyempatkan diri untuk berkunjung ke sebuah hotel yang amat terkenal di Srilanka. Hotel yang dibangun menempel dengan bukit batu Sigiriya yang saya ceritakan di awal. Hebatnya, Hotel berbintang 5 ini arsitekturalnya seakan menyatu dengan bukit batu tersebut. Nama hotel ini adalah Heritance Kandalama Hotel  (http://www.heritancehotels.com/kandalama/)

picture from http://www.heritancehotels.com/kandalama/gallery.html

Seperti statement dari hotel ini 'this hotel doesn’t sit on the landscape but is part of it' jadi kalau menginap di tempat ini jangan kaget jika suatu pagi melihat monyet yang sedang nangkring di luar jendela kamar kita. View dari kamar-kamar tersebut memang menghadap hutan-hutan di sekitarnya. Apalagi jendela kamar mandi kita langsung menghadap keluar. Siap-siap diintip monyet-monyet itu hehehe~

Heritance Kandalama Hotel has won more than 50 awards for its architecture, environmental policies, food and service. The first Green Globe 21 certified hotel in Asia and, most recently, in June 2011 won the Gold Award for Built Environment in the prestigious Green Apple Awards 
(source: official website)

picture from http://www.heritancehotels.com/kandalama/gallery.html



Karena tak mampu menginap disini, akhirnya saya hanya berfoto-foto dan menjelajahi area hotel ini termasuk ke dalam kamarnya, serta kolam renangnya yang wow...seru banget kayanya kalau bisa menginap di sini.

foto yang saya ambil

view dari tepi kolam renang ke bangunan hotel

batuan karang ini terintegrasi dengan bangunan hotel

swimming pool yang seakan 'nempel' dengan danau yang ada di hadapannya

yang foto-foto hehehe~


Btw, baca juga ya part I dari cerita saya di Srilanka di sini :
Srilanka, Dari Atraksi Mengintip Gajah Mandi Hingga Kobra anti Paparazzi.

5 comments:

Debbzie Leksono said...

wahhhh, seru ya tripnya. Aku belum pernah ke Srilanka. Abis baca ceritanya sekarang jadi pengen jalan2 kesana dech :)

Tatz Sutrisno said...

@DebbZie

Seru banget, terus ga terlalu panas cuacanya :D - Thanks udah mampir ya Deb

FIKi said...

seriusan...ngileeerrrrr...ajakin gw donk klo jalan2 lagi :D

Tatz Sutrisno said...

@FIKi

ehehehehe.....

Anonymous said...

Lagi kepoin blog ini deh..
Btw, di Aceh juga ada (bukan) hotel yang nempel ke batu2 gitu. Lokasinya di pinggir pantai pula, dari jauh sih cantik banget cuma karena cukup minim ya agak serem juga tinggal disana, secara monyetnya lewat2 gitu terus bangunannya cukup terbuka. (Re: Joel Bungalow)